Sabtu, 07 Maret 2009

LONTONG "SETENGAH" OPOR



Satu lagi warung makan yang lagi ngetren di Cepu : Lontong Opor Pak Pangat.

Lokasinya lumayan jauh dari pusat kota, tepatnya didesa Kapuan dekat dengan eks bandara (yang sekarang dialih fungsikan untuk menjemur gabah..) kurang lebih 10 kilomater kearah barat kota Cepu.

Aku mendengar sudah kurang lebih setahun yll tapi baru kemarin sempat melakukan "test eat" (kalau mobil kan test drive ?!).

Orang Cepu kadang suka latah, setiap ada tempat makan yang baru buka dan di blow up oleh para penghobi pemanja lidah dan perut, mereka berbondong bondong mencoba.
Sebelum opornya Pak Pangat ini ngetop di Mlawu Biting ada Lontong ayam bumbu sate nya bu Raminem. Konon sempat jadi langganan pak Bupati (alm). Kini setiap jam makan siang konvoi mobil dan motor (ungkapan ini mungkin berlebihan ya) beralih arah menuju Kapuan.

Jam 12 siang ketika aku tiba dilokasi suasana sepi, sedikit lega ketika diberitahu bu Kasir, yang merangkap sebagai pencuci piring bahwa lontong opornya masih ada.

Beberapa puluh menit sang lontong belum juga keluar. Yang nongol malah seorang crew warung yang membawa papan bertuliskan " HABIS" dan dipajang didepan warung !





Lalu datang beberapa rombongan lagi, kan sudah habis? ya biarin saja yang penting aku masih kebagian, pikirku.

Akhirnya pesananku datang juga. Tapi,lho kok membawa bakul? ternyata pesanan lontongku diganti dengan nasi secara sepihak.Tidak jauh beda sebenarnya antara lontong dan nasi tapi aku sudah terlanjur sedikit tersungging (klo tersinggung kok terlalu naif ya ..) apalagi meja sebelahku justru kebagian lontong. Apa karena mereka sudah langganan ?. Wah ini mah jurus preferensi yang keblinger. Justru aku sebagai pelanggan baru harusnya ada sedikit perlakuan khusus. Tapi mbakyu warung lontong ini mana sempat baca buku tentang custumers satisfaction ya ?!.

Akhirnya dengan sedikit dongkol aku hajar habis dua porsi ayam dan sebakul nasi yang ada dimejaku..nih gambarnya.



Menurutku rasanya ya tidak terlalu istimewa. Opornya sudah dimodif sesuai selera cepu yakni asin dan pedas.Masih ditambah lagi dengan cabe rawit utuh yang bisa kita gilas dipiring kalau kita merasa kurang pedas.
Sebagai pakar kuliner dadakan (?) aku berpendapat lebih tepat kalau disebut sayur bumbu sate.Mungkin minus gerusan kacang tanah yang digoreng sangan.
Ayam nya pun masih kurang empuk, sialnya aku kebagian potongan punggung dekat brutu. Warna daging yang merah kecoklatan menandakan bahwa yang digunakan adalah ayam kampung jantan.Bumbunya kurang meresap di daging (mungkin soal teknis memasak ya) sehingga aku harus menyeruput kuahnya setiap habis menggigit daging yang semi liat itu.

Nyatanya sampai sekarang warung ini masih ramai dikunjungi pengobi makan di Cepu, atau kita tunggu hadirnya warung yang lebih top markotop?. Silakan simak episode berikutnya.

Sebelum pulang aku sempatkan mengambil gambar eks lapangan terbang yang kini dijadikan lahan penggembalaan ternak dan penjemuran gabah..

2 komentar:

Rie Rie mengatakan...

asem ik, aku di akali karo karo komentare cah gemblunk, weks

@BloggerCepu mengatakan...

#KulinerCepu