Minggu, 19 April 2009

Ababil Mulai Mengeram


Setelah macet total total gara-gara stress saat musibah banjir besar 20007 lalu, kini ababil perkutut jagoanku mulai mengeram. dengan pasangan barunya yang bergelang Jatisari (Blora)
mudah-mudahan menghasilkan piyek yang punya prospek bagus.

Untuk melayani pasar yang lagi trend menyukai perkutut hitam dan perkutut putih aku juga mengandangkan beberapa pasang. Bahkan sedikit nekat aku melakukan "jebol kandang" dari farm milik teman.

Mudah-mudahan semuanya lancar.. ada yang mau indent ???



Rabu, 01 April 2009

FILOSOFI CONTRENG

Pesta contreng sebentar lagi. Hingar-bingar para kontestan untuk memperoleh contrengan sebanyak-banyaknya menampilkan berbagai tontonan menarik di televisi kita beberapa hari ini.

Saling klaim keberhasilan adalah hal biasa. bahkan kalau perlu menyerang frontal kebijakan atau policy kompetitor. Saking semangatnya kadang terjadi inkonsistensi: suatu saat di panggung kampanye terbuka berteriak menghujat pemberian BLT sebagai merendahkan martabat bangsa, dalam kesempatan lain menampilkan satu seri iklan yang dengan sangat bangga memamerkan bahwa kelompoknyalah yang mengawal program BLT itu agar tepat sasaran

Kita semua tahu, cara baru untuk menunjukkan pilihan kita pada tanggal 9 April y a d adalah mencontreng dan itu sudah disepakati seluruh kekuatan politik yang berlaga kali ini.
Yang mungkin tidak semua kita tahu adalah bahwa ternyata ada cara lain yang tetap sah dilakukan selain mencontreng.

Merubah cara dari mencoblos menjadi mencontreng tampaknya bukan masalah besar, tapi tidak demikian halnya dalam pandangan ibu Dyah Ayu Megawati.

Cara baru itu dianggap berpotensi menggembosi pundi pundi suara partainya dengan asumsi bahwa konstituen yang mayoritas wong cilik akan kesulitan merubah cara coblos yang sudah dilakukan selama tiga puluh tahun dengan mencontreng.

Tapi ketidak setujuan beliau kok baru diungkapkan sekarang ?. Seolah seperti mencederai kesepakatan sebelumnya. Dan menambah kesan waton suloyo ?. Inilah "kesalahan" strategi ibu kita ini. Soal teknik orasi sih, sudah oke. Meski masih jauh ya sedikit miriplah dengan gaya bapak tercinta dulu, namun pemilihan materi yang kurang pas malah menjadi bumerang.

Yang diperoleh malah antipati, kesannya kok meremehkan siapa saja ya KPU ya konstituen nya sendiri yang sepertinya kok bodoh amat hingga tidak bisa mencontreng dengan benar.

Sikap tidak simpatik ini mendapat kritik dari KPU melalui salah seorang anggotanya : ..." Kita ingin merubah dari budaya tusuk, tikam ke budaya tulis yang lebih..."

Masalahnya memang sulit merubah budaya yang sudah mendarahdaging selama puluhan tahun. Mudah-mudahan semuanya berjalan lancar. Tidak ada tikam menikam atau coblos mencoblos (kecuali dibilik suara, bagi yang ngeyel menggunakan cara primitif ini). Apapun hasilnya kelak, kita sudahi cara-cara kekerasan. No more huru hara, no more obong-obongan