Minggu, 29 Maret 2009

SI SULUNG NENGOK IBU dan ZIARAH ke PERISTIRAHATAN AYAH


Bermaksud membuat kejutan si Sulung tidak memberitahu terlebih dulu ketika mau menengok ibu yang sedang menunggui kelahiran dua orang cucu barunya.
Sampai di Semarang ibu sudah di jemput salah seorang adik.

Kepalang tanggung si Sulung melanjutkan perjalanan ke Cepu, ibu sedikit panik, surprised kok tiba tiba si Sulung datang di pagi subuh. tergopoh gopoh nyamperin aku yang belum turun dari subuhan di masjid.

Ibu kelihatan bahagia sekali ngobrol dan cerita ngalor ngidul, si Sulung hanya senyam senyum seperti biasa.

Sorenya si Sulung kuantar kestasiun, mampir sejenak di makam Gendeng yang lokasinya dekat stasiun Cepu.Ziarah dadakan, dihadapan kami teronggok makam alm Ayah, tampak kurang terawat. Rumput dan perdu liar menjalar diatas gundukan makam yang hanya ditandai batu nisan sederhana. Keluarga besar kami memang tidak mengekspresikan penghormatan kepada orang tua dengan cara membangun makam yang mewah. Ini justeru bisa menyalahi aturan agama.

Setelah berdoa sejenak kuantar si Sulung ke stasiun, melanjutkan perjalanan panjangnya ke Semarang - Bandung - Bandar Lampung yang telah di arrange salah seorang putrinya yang kuliah di Semarang, Icha.


Sabtu, 07 Maret 2009

LONTONG "SETENGAH" OPOR



Satu lagi warung makan yang lagi ngetren di Cepu : Lontong Opor Pak Pangat.

Lokasinya lumayan jauh dari pusat kota, tepatnya didesa Kapuan dekat dengan eks bandara (yang sekarang dialih fungsikan untuk menjemur gabah..) kurang lebih 10 kilomater kearah barat kota Cepu.

Aku mendengar sudah kurang lebih setahun yll tapi baru kemarin sempat melakukan "test eat" (kalau mobil kan test drive ?!).

Orang Cepu kadang suka latah, setiap ada tempat makan yang baru buka dan di blow up oleh para penghobi pemanja lidah dan perut, mereka berbondong bondong mencoba.
Sebelum opornya Pak Pangat ini ngetop di Mlawu Biting ada Lontong ayam bumbu sate nya bu Raminem. Konon sempat jadi langganan pak Bupati (alm). Kini setiap jam makan siang konvoi mobil dan motor (ungkapan ini mungkin berlebihan ya) beralih arah menuju Kapuan.

Jam 12 siang ketika aku tiba dilokasi suasana sepi, sedikit lega ketika diberitahu bu Kasir, yang merangkap sebagai pencuci piring bahwa lontong opornya masih ada.

Beberapa puluh menit sang lontong belum juga keluar. Yang nongol malah seorang crew warung yang membawa papan bertuliskan " HABIS" dan dipajang didepan warung !





Lalu datang beberapa rombongan lagi, kan sudah habis? ya biarin saja yang penting aku masih kebagian, pikirku.

Akhirnya pesananku datang juga. Tapi,lho kok membawa bakul? ternyata pesanan lontongku diganti dengan nasi secara sepihak.Tidak jauh beda sebenarnya antara lontong dan nasi tapi aku sudah terlanjur sedikit tersungging (klo tersinggung kok terlalu naif ya ..) apalagi meja sebelahku justru kebagian lontong. Apa karena mereka sudah langganan ?. Wah ini mah jurus preferensi yang keblinger. Justru aku sebagai pelanggan baru harusnya ada sedikit perlakuan khusus. Tapi mbakyu warung lontong ini mana sempat baca buku tentang custumers satisfaction ya ?!.

Akhirnya dengan sedikit dongkol aku hajar habis dua porsi ayam dan sebakul nasi yang ada dimejaku..nih gambarnya.



Menurutku rasanya ya tidak terlalu istimewa. Opornya sudah dimodif sesuai selera cepu yakni asin dan pedas.Masih ditambah lagi dengan cabe rawit utuh yang bisa kita gilas dipiring kalau kita merasa kurang pedas.
Sebagai pakar kuliner dadakan (?) aku berpendapat lebih tepat kalau disebut sayur bumbu sate.Mungkin minus gerusan kacang tanah yang digoreng sangan.
Ayam nya pun masih kurang empuk, sialnya aku kebagian potongan punggung dekat brutu. Warna daging yang merah kecoklatan menandakan bahwa yang digunakan adalah ayam kampung jantan.Bumbunya kurang meresap di daging (mungkin soal teknis memasak ya) sehingga aku harus menyeruput kuahnya setiap habis menggigit daging yang semi liat itu.

Nyatanya sampai sekarang warung ini masih ramai dikunjungi pengobi makan di Cepu, atau kita tunggu hadirnya warung yang lebih top markotop?. Silakan simak episode berikutnya.

Sebelum pulang aku sempatkan mengambil gambar eks lapangan terbang yang kini dijadikan lahan penggembalaan ternak dan penjemuran gabah..

Selasa, 03 Maret 2009

Fosil Gajah Purba Di Tepian Bengawan Solo



Pada akhir Desember 2008 lalu saat menggali pasir tiga orang penduduk Desa Medalem Kecamatan Kradenan Kab Blora menemukan Fosil gading dan patahan tulang iga gajah purba.

Lokasi penemuan, menurut keterangan Kepala Seksi Kesenian dan Nilai Budaya Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Blora, Suntoyo, memang merupakan endapan Bengawan Solo Purba.

Di dukuh Medalem yang berada di tepi Bengawan Solo itu sering ditemukan fosil-fosil binatang purba seperti gading, tanduk, tempurung kura-kura dan tengkorak buaya.Banyak temuan temuan itu yang jatuh ketangan "mafia fosil" yang berkeliaran disitus-situs purbakala seperti halnya yang terjadi di Sangiran kab. Sragen dan lain-lainnya.

Konon fosil gading yang ujungnya patah karena kena cangkul itu sudah ditawar pemburu fosil senilai 5 juta rupiah.Untungnya para penemu yang lugu itu tidak berminat dan berencana menyerahkan benda berharga tersebut ke Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Blora.

Kiranya perlu perhatian yang lebih serius dari Pemkab. Blora maupun Pemerintah Pusat untuk menjaga situs situs purbakala semacam ini sehingga fosil dan artefak yang masih tertanam dilokasi tersebut tidak menjadi jarahan oknum oknum yang hanya mengejar keuntungan materi saja tanpa memperhatikan arti penting benda benda cagar budaya tersebut.

Bahan tulisan dan foto :http://bloraku.com/index.php?id=44